Abah Suparta (Dok. Pribadi) |
Setelah pensiun dari dinas PNS, Abah Suparta lebih menekuni dan mendalami dunia spiritual. Hobi yang sejak muda digelutinya. Ia membina jamaah dengan mendirikan majelis zikir yang diberi nama Majelis Ilmu Hikmatul Dzikra Padepokan Tenang Hati.
Wadah ini
untuk tempat bimbingan rohani, baik melalui berzikir bersama, tausiyah
kerohanian, maupun mengamalkan ilmu-ilmu hikmah.
Kegiatan zikir
yang dilakukan setiap Jumat Kliwon, selalu dipenuhi jamaah. Selain dari
kampungnya sendiri, banyak jamaah yang datang dari luar kota. Mereka mengikuti
kegiatan di Majelis Hikmatul Dzikra Tenang Hati, untuk memperoleh ketentraman
hati. Karena banyak amalan-amalan yang dibaca menyentuh hati mereka.
Cukup banyak
orang yang datang pada saat digela majelis zikir di padepokannya. Dengan bimbingan
Al Faqir Abah Suparta, mereka berzikir dan mengaji bersama. Sesuai namanya, “Tenang
Hati”, dengan berzikir para jamaah merasakan kenyamanan batin, dan merasakan
kedamaian hati.
Dalam pergaulan
sehari-hari, lelaki berkacamata yang suka jalan kaki ini lebih senang berbuat
ketimbang banyak omong. Sekali ngomong selalu membuktikan apa yang diomongkan. Istilahnya,
tidak banyak membual. Sehingga banyak orang yang terkesan. Jani-janjinya selalu
ditepati dan membuat banyak orang percaya akan janjinya.
Al Faqir
Ahmad Suparta ini memiliki falsafah hidup, mengikuti air mengalir. Artinya,
tidak banyak tingkah dan membuat rencana. Falsafahnya ini telah terbukti
menjadikan dirinya seorang yang arif dan bijaksana dalam menghadapi persoalan
hidup.
Menyangkut keilmuan,
dunia dan akhirat di tempuhnya. Oleh karena itu, sejak muda selalu menuntut
ilmu akademis dan menekuni metafisika. Baginya kedua ilmu ini sangat dibutuhkan
dalam menjalani kehidupan. Akademis adalah ilmu untuk meraih dunia, dan
buktinya ia menjadi PNS. Sedangkan ilmu metafisika adalah ilmu untuk bekal di
akhirat.
Untuk ilmu
akademis, ia menuntut secara formal melalu jenjang pendidikan sekolah umum
hingga perguruan tinggi dan menyandang gelar Sarjana Hukum (SH), dan menjadi
PNS. Ia mengabdikan diri kepada bangsa dan negara sampai pension beberapa tahun
lalu. Selama bekerja di pemerintahan, ia menjalankan tugas dengan baik.
Untuk lebih
mendalami ilmu metafisikanya, Abah Suparta di antaranya melakoni riyadloh di
Petilasan Syekh Subakir di Penataran Blitar Jatim. Di sinilah beliau menemukan
pencerahan dan mendapatkan bimbingan spiritual, untuk mengamalkan Ilmu
Kolocokro Syekh Subakir, bahkan bersedia melestarikan ilmunya wali yang dikenal
menumbali Tanah Jawa itu.
Dari sinilah
kemudian Abah Suparta berusaha mencari versi-versi Ilmu Kolocokro Syekh
Subakir. Karena ilmu ini merupakan ilmu yang langka dan sawabnya luar biasa
yang perlu dilestarikan. Mengingat siapa lagi kalau bukan dirinya sendiri.
Baginya ilmu
milik Syekh Subakir merupakan ilmu yang harus diamalkan kepada jamaahnya yang
mencapai ratusan orang. Sejak itu banyak orang yang mengamalkannya. Mengingat manfaatnya
cukup baik bagi pengamalnya.
Tentunya banyak
orang yang memiliki Ilmu Kolocokro. Namun yang mengamalkan secara
sungguh-sungguh agaknya sedikit. Setelah melakukan ziarah di Makam Syekh
Subakir di Blitar, ia ingin menjadi penerusnya. Dimana dirinya melihat langsung
petilasannya berupa batu pesujudan.
Batu tersebut
hingga kini masih ada dan bisa dilihat oleh banyak orang. Ibaratnya telah
menyerap jejak-jekak Syekh Subakir yang berasal dari Kerajaan Turki Usmani.
Kemudian
ajaran Syekh Subakir itu diajarkan kepada santri-santrinya dari berbagai daerah
Jawa Barat, Banten, dan Jawa Timur. Tiap Jumat Kliwon selalu mengadakan
pengajian di tempatnya. Cukup banyak jamaahna yang antusias mempelajari ilmu
yang dimilikinya. Ibaratnya menyebarkan ajaran Syekh Subakir yang hampir tidak
diketahui orang.
Baginya dengan
banyaknya jamaah yang mengamalkan Ilmu Kolocokro Syekh Subakir, makan akan
semakin lestarinya ilmu tersebut di tengah-tengah masyarakat. Sebab ilmu wali
yang berasal dari Baghdad itu sangat berguna bagi pengamalnya. Sehingga setiap
ada istighotsah nantinya bukan hanya ditujukan kepada Syekh Abdul Qodir Al
Jaelani saja, melainkan juga ditujukan kepada Syekh Subakir.
Ilmu yang
dimiliki kemudian diamalkan untuk menolong orang lain yang meminta bantuan. Karena
sesuai dengan tuntunan agama Islam, bahwa ilmu itu harusnya diamalkan. Ibaratnya
tumbuhan berbuah cukup lebat, semakin banyak ilmu yang diamalkan, makan banyak
pula buah di pohon itu.
Khususnya dalam
hal penyembuhan berbagai penyakit karena santet dan gangguan jin (kesurupan). Cukup
banyak orang-orang yang tersembuhkan, baik orang tua maupun anak-anak. Pasiennya
bukan hanya di Jawa Barat melainkan di Jawa Timur juga ada. Oleh karena itu,
sering menginap selama beberapa hari guna mengobati para pasiennya. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar