Segalanya tentang Inspirasi, Kesehatan & Lifestyle


Rabu, 05 Agustus 2020

Riwayat Penerapan Kebijakan Ganjil Genap di DKI Jakarta

| Rabu, 05 Agustus 2020
Ganjil genap jakarta
Petugas memberikan arahan jalur ganjil genap di DKI Jakarta (IG) 

Pemprov DKI Jakarta mengklaim bahwa penerapan sistem ganjil genap adalah bentuk transisi sebelum diterapkannya sistem electronic road pricing (ERP). Pasalnya, konsep jalan berbayar tersebut belum siap digunakan. Bagaimana riwayat dari penerapan kebijakan ini di Jakarta?

Hari itu, Selasa (28/06/2018) Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta resmi mulai melakukan sosialisasi terhadap sistem ganjil genap pada kendaraan pribadi roda empat. Sosialiasi itu dilakukan pada kawasan yang sebelumnya diberlakukan sistem 3 in 1 di beberapa kawasan ibu kota.

Gubernur DKI Jakarta kala itu, Basuki Tjahaja Purnama mengeluarkan kebijakan penghapusan sistem 3 in 1 yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta terhitung Senin, 16 Mei 2016. Tetapi kebijakan tersebut malah membuat sebagian ruas jalan di Jakarta mengalami peningkatan volume kendaraan.

Ahok, sapaan Basuki, menganggap bahwa penghapusan sistem 3 in 1 dapat mencegah oknum joki beredar di Jakarta.

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Abraham Lunggana mengatakan bahwa Pemprov DKI Jakarta gagal mengurai kemacetan ibu kota dengan menghapus program 3 in 1.

Meski mendapat kritikan, Ahok tetap bersihkeras untuk menghapus 3 in 1 dan menggantinya dengan sistem ganjil genap. Selanjutnya, pada 16 Mei 2016, sistem 3 in 1 resmi dihapus.

Saat itu, beberapa ruas jalan yang akan digunakan untuk pembatasan ganjil genap adalah ruas bekas 3 in 1 yakni Jalan Merdeka Barat, Jalan Thamrin, Jalan Sudirman, Jalan Sisingamangaraja dan sebagian Jalan Gatot Subroto (Simpang Kuningan – Gerbang Pemuda).

Meski banyak menuai polemik, namun peraturan ganjil genap dinilai sukses dalam menekan kemacetan di Jakarta. Berikut beberapa penerapan kebijakan dari tahun ke tahun:

Kebijakan perluasan ganjil genap juga pernah dilakukan saat selama Asian Games dan Asian Para Games 2018. Yakni berlaku sejak 15 Oktober sampai 31 Desember 2018. Lewat Pergub 106 Tahun 2018 tentang Pembatasan Lalu Lintas dengan Sistem Ganjil Genap.

Berdasar itu, ruas jalan yang menerapkan peraturan antara lain Jalan Merdeka Barat, MH Thamrin, Gatot Subroto, Sudirman, sebagian Jalan Jenderal S Parman dari ujung Simpang Jalan Tomang Raya sampai Simpang KS Tubun. Selanjutnya, Jalan MT Haryono, HR Rasuna Said, DI Panjaitan, dan Jalan Ahmad Yani.

Berdasarkan sistem yang selama ini diterapkan, ganjil genap berlangsung Senin sampai Jumat dari pukul 06.00 WIB sampai 21.00 WIB. Sabtu, Minggu, dan libur nasional tidak berlaku. Namun, berdasarkan Pergub 106 Tahun 2018 yang mengatur perpanjangan ganjil genap ini, sistem tersebut berlaku pukul 06.00-10.00 dan pukul 16.00 WIB sampai pukul 20.00 WIB.

Sebelumnya, aturan ini juga berlaku pada 30 Agustus 2016 hingga 8 September 2017. Pada masa lebih dari setahun itu, Kompas[dot]com mengabarkan rilis Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya mencatat telah melakukan penilangan 9.575 kali. Penilangan dilakukan di Jalan Jenderal Sudirman-MH Thamrin, dan sebagian Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.

Rambu penunjuk ganjil genap
Rambu petunjuk ganjil genap (IG)

Untuk 2019, kebijakan ini diterapkan pada 7 Agustus – 8 September 2019. Lokasinya antara lain, seperti dirilis detik[dot]com; Jalan Medan Merdeka Barat, Jalan MH Thamrin, Jalan Jenderal Sudirman, sebagian Jalan Jenderal S Parman, mulai Simpang Jalan Tomang Raya sampai Simpang Jalan KS Tubun, Jalon Gatot Subroto, Jalan MT Haryono, Jalan HR Rasuna Said, Jalan DI Panjaitan, Jalan Jenderal Ahmad Yani (mulai simpang Jalan Perintis Kemerdekaan sampai dengan Simpang Jalan Bekasi Timur Raya), Jalan Pintu Besar Selatan, Jalan Gajah Mada, Jalan Hayam Wuruk, Jalan Majapahit, Jalan Sisingamangaraja, Jalan Panglima Polim, Jalan RS Fatmawati (mulai Simpang Jalan Ketimun 1 sampai dengan Simpang Jalan TB Simatupang), Jalan Suryopranoto, Jalan Balikpapan, Jalan Kyai Caringin, Jalan Tomang Raya, Jalan Pramuka, Jalan Salemba Raya sisi barat dan Jalan Salemba Raya sisi timur sampai dengan Simpang Jalan Diponegoro), Jalan Kramat Raya, Jalan Stasiun Senen, Jalan Gunung Sahari.

Berdasarkan data Dinas Perhubungan DKI Jakarta, berikut ini daftar gerbang tol yang dikenakan ganjil genap; Jalan Anggrek Neli Murni sampai akses masuk Tol Jakarta – Tangerang, Off ramp Tol Slipi/Palmerah/Tanah Abang sampai Jalan Brigjen Katamso, Jalan Brigjen Katamso sampai Gerbang Tol Slipi, Off ramp Tol Tomang/Grogol sampai Jalan Kemanggisan Utama, Simpang Jalan Palmerah Utara-Jalan KS Tubun sampai Gerbang Tol Slipi 1, Jalan Pejompongan Raya Sampai Gerbang Tol Pejompongan, Off ramp Tol Slipi/Palmerah/Tanah Abang sampai akses masuk Jalan Tentara Pelajar, Off ramp Tol Benhil/Senayan/Kebayoran sampai akses masuk Jalan Gerbang Pemuda, Off ramp Tol Kuningan/Mampang/Menteng sampai Simpang Kuningan, Jalan Taman Patra sampai Gerbang Tol Kuningan 2, Off ramp Tol Tebet/Manggarai/Pasar Minggu sampai Simpang Pancoran, Simpang Pancoran sampai Gerbang Tol Tebet 1 , Jalan Tebet Barat Dalam Raya sampai Gerbang Tol Tebet 2, Off ramp Tol Tebet/Manggarai/Pasar Minggu sampai Jalan Pancoran Timur II, Off ramp Tol Cawang/Halim//Kampung Melayu sampai Simpang Jalan Otto Iskandardinata-Jalan Dewi Sartika, Simpang Jalan Dewi Sartika-Jalan Otto Iskandardinata samai Gerbang Tol Cawang, Off ramp Tol Halim/Kalimalang sampai Jalan Inspeksi Seluran Kalimalang, Jalan Cipinang Cipendak IV sampai Gerbang Tol Kebon Nanas, Jalan Bekasi Timur Raya sampai Gerbang Tol Pedati, Off ramp Tol Pisangan/Jatinegara sampai Jalan Bekasi Barat, Off ramp Tol Jatinegara/Klender/Buaran sampai Jalan Bekasi Timur Raya, Jalan Bekasi Barat sampai Gerbang Tol Jatinegara, Simpang Jalan Rawamangun Muka Raya-Jalan Utan Kayu Raya sampai Gerbang Tol Rawamangun, Off ramp Tol Rawamangun/Salemba/Pulogadung sampai Simpang Jalan Utan Kayu Raya-Jalan Rawamangun Muka Raya, Off ramp Tol Rawamangun/Salemba/Pulogadung sampai Simpang Jalan H Ten Raya-Jalan Rawasari Selatan, Simpang Jalan Rawasari Selatan-Jalan H Ten Raya sampai Gerbang Tol Pulomas, Off ramp Tol Cempaka Putih/Senen/Pulogadung sampai Simpang Jalan Letjen Suprapto-Jalan Perintis Kemerdekaan, Simpang Jalan Pulomas sampai Gerbang Tol Cempaka Putih.

Melalui Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta No. 155 Tahun 2018 tentang pembatasan lalu lintas dengan sistem ganjil genap di Jakarta Tahun 2019.

Secara resmi, Pergub ini ditanda tangani oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan pada 31 Desember 2018, dan berlaku efektif mulai Rabu, 2 Januari 2019. Berikut ruas jalan yang memberlakukan kebijakan ini:

Jalan Merdeka Barat, Jalan MH Thamrin, Jalan Jenderal Sudirman, Sebagian Jalan Jenderal S. Parman (mulai dari Simpang Jalan Tomang Raya sampai dengan Simpang Jalan KS. Tubun), Jalan Gatot Subroto, Jalan Jenderal DI Panjaitan, Jalan Jenderal Ahmad Yani, dan Jalan HR Rasuna Said

Pembatasan peraturan ini berlaku mulai tanggal 2 Januari 2019, pada hari Senin sampai Jumat mulai pukul 06.00 WIB sampai dengan pukul 10.00 WIB dan mulai pukul 16.00 WIB sampai dengan pukul 20.00 WIB.

Ganjil genap, tidak berlaku pada hari Sabtu, hari Minggu dan hari libur nasional yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Periode PSBB Transisi

Jalur ganjil genap (IG)  

Kesekian kalianya, kebijakan ini kembali diterapkan pada 25 ruas jalan dengan periode waktu pagi pukul 06.00-10.00 WIB dan sore pukul 16.00-21.00 WIB. Untuk pelaksanaannya, dimulai sejak Senin tanggal 13 Agustus 2020.

Hal ini diambil dikarenakan volume lalu lintas kendaraan di ruas jalan ibu kota lebih meningkat tajam selama penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi. Bahkan, di beberapa ruas tampak volume kendaraan saat PSBB masa transisi lebih tinggi dibandingkan masa normal sebelum ada pandemic Covid-19.

Selain untuk mengantisipasi kepadatan lalu lintas, penerapan ganjil genap dapat menjadi instrument untuk membatasi pergerakan masyarakat di masa pandemic Covid-19. Pasalnya, Jakarta mengandalkan Surat Ijin Keluar Masuk (SIKM).

Berikut 25 ruas jalan yang diberlakukan ganjil genap. Seperti yang dilansir Antara:

1.       Jalan Merdeka Barat
2.       Jalan MH Thamrin
3.       Jalan Jenderal Sudirman
4.       Jalan Jenderal S Parman, mulai Simpang Jalan Tomang Raya sampai Jalan Gatot Subroto
5.       Jalan Gatot Subroto
6.       Jalan MT Haryono
7.       Jalan HR Rasuna Said
8.       Jalan DI Panjaitan
9.       Jalan Jenderal Ahmad Yani, mulia Simpang Jalan Bekasi Timur Raya sampai dengan Simpang Jalan Perintis Kemerdekaan
10.   Jalan Pintu Besar Selatan
11.   Jalan Gajah Mada
12.   Jalan Hayam Wuruk
13.   Jalan Majapahit
14.   Jalan Sisingamangaraja
15.   Jalan Panglima Polim
16.   Jalan Fatmawati, mulai Simpang Jalan Ketimun 1 sampai dengan Simpang Jalan TB Simatupang
17.   Jalan Suryopranoto
18.   Jalan Balikpapan
19.   Jalan Kyai Caringin
20.   Jalan Tomang Raya
21.   Jalan Pramuka
22.   Jalan Salemba Raya sisi barat dan Jalan Salemba Raya sisi timur, mulai Simpang Jalan Paseban Raya sampai dengan Simpang Jalan Diponegoro
23.   Jalan Kramat Raya
24.   Jalan Stasiun Senen
25.   Jalan Gunung Sahari

Terlepas dari penerapan kebijakan ganjil genap di Jakarta. Ada kisah menarik terkait penerapan sistem lalu lintas jalan perkotaan dengan kepadatan arus kendaraan yang sangat banyak di negara lain. Berikut kota-kota yang juga menerapkan aturan tersebut. Seperti dirilis Kompas[dot]com di bawah ini:

Ganjil genap cina
Ganjil genap China (ilustrasi/IG) 

Beijing, China

Negara ini mulai menerapkan kebijakan ganjil genap sebelum Olimpiade 2008. Saat itu, tingkat polusi turun hingga 20 persen. Aturan itu terus diberlakukan hingga saat ini secara berkala, hanya pada hari-hari dengan tingkat polusi yang tinggi.

Paris, Perancis

Meski kota ini memberlakukan kebijakan ini tidak permanen, yakni hanya selama periode polusi udara tinggi. Namun, demikian kota ini menjadi barometer kesuksesan bahwa penerapan lalu lintas berdasarkan nomor plat ini efektif mengurangi polusi.

Pelarangan melintas terjadi antara pukul 05.30 pagi hingga tengah malam. Diwaktu bersamaan, transaportasi umum digratiskan.

Meksiko

Meksiko menerapkan kebijakan yang sama sekitar tahun 1989 untuk memerangi polusi udara. Program ini dinamakan ‘Hoy No Circula’ alias Hari Dilarang Berkeliling.

Untuk penerapannya, yakni melarang plat nomor tertentu untuk melewati jalanan pada satu hari dalam satu minggu. Misalnya, plat nomor yang angka 5 dan 6 tak diizinkan melintas pada hari Senin. Hari berikutnya, untuk plat nomor yang diakhiri dengan angka lain. Yang tandai juga dengan pemberian stiker warna tertentu.

Namun, dalam jangka panjang, orang akhirnya membeli lebih banyak mobil. Larangan ini menjadi tidak efisien dan level polusi kembali naik.

Bogota, Kolombia

Bogota memiliki kombinasi hari dan angka yang lebih ketat dalam penerapannya. Hal ini membuat warganya tak dapat menghindari aturan dengan membeli lebih banyak mobil.

Namun, kebijakan tersebut tidak mengurangi polusi udara. Sebab, orang-orang akan lebih banyak mengemudi selama jam-jam sibuk untuk menghindari ganjil genap.

Italia

Tak ubahnya negara lainnya, penerapan kebijakan hanya dikala kualitas udaranya naik. Maka, mobil pun dilarang melintas di jalanan Milan dan Roma. Milan dan Pavia saat itu melarang kendaraan melintasi jalan antara jam 10.00 hingga 16.00 selama tiga hari berturut-turut.

Untuk mendukung periode itu, Milan juga menawarkan potongan harga angkutan umum untuk meyakinkan orang-orang untuk beralih ke moda transportasi  lain, seperi bus dan kereta api.

Semengara di Roma, warga setempat dengan plat nomor ganjil diminta meninggalkan mobil mereka di rumah pada hari Senin dan mereka yang memiliki plat nomor genap dilarang pada hari Selasa. Namun, penerapannya hanya dilakukan dalam jangka pendek.

New Delhi, India

Akibat polusi yang berada diambang batas. Maka, penerapan kebijakan dimulai selama 15 hari pada 1-15 Januari dan tanggal 15-30 April 2016. Kemudian, pada November 2017.

Pengaturan ini kembali diberlakukan karena polusi masih buruk. Mobil bernomor ganjil diijinkan melintas pada tanggal ganjil, sedangkan mobil genap hanya bisa berjalan pada tanggal genap.

Itulah, di antara kisah pengaturan lalu lintas dengan sistem ganjil genap yang ada di berbagai negara. Namun, tak sedikit juga meraih sukses. Akan tetapi ada pula yang gagal, pasalnya tujuan yang diharapkan tidak maksimal tercapai. Begaimana dengan di Jakarta? Akankah kebijakan ini efektif demi langkah protokol kesehatan selama masa PSBB transisi! Kebijakan akan efektif apabila pemangku kepentingan masing-masing disiplin melaksanakan aturan dengan baik. ***


Related Posts

Tidak ada komentar:

Posting Komentar