Deretan toko di Pasar Turi Surabaya (Phinemo[dot]com) |
Menjelajahi Kota Surabaya, tak lengkap rasanya apabila tidak mampir di sudut perekonomian Kota Pahlawan ini. Iya, tempat itu salah satunya yakni Pasar Turi. Pasar ini adalah pusat perbelanjaan di Surabaya yang lokasinya tak jauh dari monumen perjuangan Arek-arek Surabaya di masa perjuangan merebut kemerdekaan dimasa silam, yaitu Tugu Pahlawan.
Dulunya, Pasar
Turi merupakan dermaga kecil yang pernah dipergunakan oleh Raja Majapahit
pertama, Raden Wijaya untuk menyeberang ke Pulau Madura dari kejaran pasukan
Jayakatwang.
Dikisahkan oleh
sejarawan Surabaya, Suparto Broto, Pasar Turi yang sekarang menjadi pusat penjualan
grosir aneka jenis barang kebutuhan rumah tangga serta lainnya.
Beliau menceritakan
bahwa pasar ini merupakan suatu dermaga kecil atau tempat pangkalan
perahu-perahu yang berlabuh ke Pulau Madura atau sebaliknya. Tetapi sekarang,
bekas-bekas dermaga itu sudah tidak ada, tergerus oleh bangunan beton untuk
kios para pedagang.
Lokasinya,
Pasar Turi memang tak jauh dari Pelabuhan Tanjung Perak, tempat penyeberangan ke
Pulau Madura. Oleh sebab itu, data sejarah yang dipaparkan sejarawan satu ini,
adalah benar adanya.
Dikisahkannya,
dulu Raja Pertama Kerajaan Majapahit yang berpusat di wilayah kawasan hutan
Tarik Mojokerto, pernah dikejar-kejar oleh pasukan Jayakatwang. Dan sampai
akhirnya Raden Wijaya sampai di Desa Kudadu.
Kedatangannya
di desa itu, disambut dengan ramah oleh warga dan kepala desa setempat. Raden Wijaya
diperlakukan dengan sangat baik.
Sadar keberadaan
Raden Wijaya terancam akibat terus diburu oleh Pasukan Jayakatwang. Oleh penduduk
Kedadu, Raden Wijaya dibawa ke pangkalan perahu Pejingan. Dari pangkalan itulah
melewati Kali Krembangan, Raden Wijaya berlayar menyeberangi laut menuju ke
Pulau Madura. Dan peristiwa itu terjadi pada tahun 1292.
Jelasnya,
pangkalan perahu terus berubah namanya menjadi Padatar. Lambat laun berubah
lagi menjadi Padatari. Seiring perjalanan waktu pangkalan perahu itu kemudian
berubah menjadi tempat berkumpulnya orang-orang untuk mempertukarkan
barang-barang layaknya seperti pasar, maka namanya berubah lagi dari Padatari
menjadi Pasar Turi sampai sekarang.
Keberadaan Pasar
Turi diresmikan oleh Wali Kotamadya Surabaya R. Soekotjo pada tanggal 21 Juni
1971. Tujuh tahun kemudian, tepatnya pada 2 Mei 1978, hampir semua bangunan
pasar ludes terbakar. Imbasnya Kali Krembangan pun berangsur-angsur hilang dari
wajah Kota Surabaya, demikian halnya dengan pangkalan perahu Padatari yang
terlanjur berubah menjadi pasar, melanjutkan tradisi sejarah sebagai pusat
kegiatan orang berjualbeli.
Tetapi setelah
pemerintahan Jepang membangun rel kereta api OJS Madura Ujung – Sepanjang, para
pedagang tak lagi lewat jalur sungai, berpindah menggunakan kendaraan kereta
api OJS.
Masih menurut
sejarawan ini, pada masa Jepang banyak toko tutup karena barang dagangan tidak
ada. Banyak orang kaya yang tinggal di daerah Darmo kehilangan pekerjaannya,
terpaksa dia menjual barang-barangnya pada tukang loak. Tukang loak saat itu
berjualan hampir di seluruh pelosok kota.
Setelah memperoleh
barang dagangan yang kebanyakan piranti rumah tangga lalu membawanya ke Pasar
Turi dengan naik trem listrik yang melintas di tengah kota, dan kereta api OJS
yang lewat Pasar Turi. Akhirnya orang kaya baru yang menginginkan barang
berkualitas tidak susah-susah harus membeli di toko, tetapi cukup datang ke
Pasar Turi. Maka, sejak zaman Jepang (1942-1945)
terkenallah Pasar Turi sebagai pasar barang rombeng alias pasar loak.
Sejak Indonesia
merdeka, Pasar Turi sudah tercatat sebanyak setidaknya 6 kali terbakar. Termasuk
kebakaran akibat terkena mortar Pasukan Inggris Mansergh saat terjadi
pertempuran antara Inggris-Gurkha kemudian NICA.
Pada pendudukan
Belanda (1945-149), Pasar Turi termasuk salah satu pasar yang mendapat
perbaikan karena paling parah rusak akibat Pertempuran 10 November 1945. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar